Kamis, 08 Mei 2008

Senyuman dari lembah surga

Hari itu udara panas sekali, matahari bersinar garang. Panasnya menyengat tak terkira. Membakar ubun-ubun, mencekik tenggorakan, mendidihkan darah. Peluh seukuran biji jagung membanjiri seluruh wajah dan membasahi sekujur tubuh dan bajuku. Lengket semua badan ini rasanya. Jalan raya dijejali oleh tumpukan arus puluhan berbagai jenis kendaraan mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar, penuh sesak tanpa ampun mengisi seluruh badan jalan yang tidak seberapa lebar itu. Walaupun cuma bisa bergerak merayap perlahan dengan kecepatan maksimal sekitar dua meter/sepuluh menit tapi alhamdulillah kendaraan-kendaraan tersebut masih sempat saling berbagai racun karbon dioksoida. Jika beruntung, pengendara motor yang tidak memakai masker atau helm yang ada penutup wajahnya akan mendapatkan semburan racun di wajahnya dan menghirup racun-racun tersebut mentah-mentah. Aku cuma bisa menahan nafas sambil sesekali mengibaskan tangan sia-sia berusaha menghalau asap knalpot yang mengelilingiku.

Di ujung jalan kulihat biang kerok segala kemacetan ini, yaitu tiang lampu lalu lintas yang berdiri dengan pongahnya memandang jalanan di hadapannya dengan ketiga matanya yang berkedip genit bergantian tiap satu menit sekali. Waktu yang sangat kurang mengingat kemacetan siang ini terlalu panjang.

Tepat di bawahnya duduk seorang bocah imut berusia sekitar lima tahunan sedang makan nasi bungkus lauk tahu dan sambal terasi, ia ditemani oleh dua orang bocah lainnya yang sepertinya sepantaran dengannya dan seorang ibu setengah baya dengan wajah yang sepuluh tahun terlihat melebihi usia sesungguhnya, yang sedang menggendong seorang bayi dengan kain jarik, ajaib, bayi itu tertidur lelap menikmati merdunya simponi deru kendaraan, klakson dan makian para pengendara yang bertengkar sesama mereka hanya karena kendaraan mereka saling bersentuhan.

Satu nasi bungkus v.s empat mulut kelaparan, pertandingan tak seimbang itu langsung dimenangkan K.O hanya dalam waktu satu menit, kurang dari satu ronde, oleh tiga bocah ingusan dan ibu-ibu rumah tangga yang entah bagaimana nyasar ke tempat itu. Bagi mereka, satu nasi bungkus dibagi empat sudah lebih dari cukup untuk memberi tenaga ekstra sampai sore, tenaga ekstra untuk berkelit lincah diantara sela-sela kendaraan yang sepertinya ingin melindas mereka,

Tidak sedikitpun terlihat raut lelah dan kepanasan di wajah bocah-bocah berkulit legam berambut pirang karena terbakar matahari itu, seolah-olah panasnya mentari yang membakar aspal dianggap hanya seperti hujan salju oleh mereka, pemandangan yang sangat kontras dengan wajah-wajah para pengendara berdasi di dalam mobil ber-ac yang sibuk bersungut-sungut tidak jelas, mengutuki keadaan.

Miris hatiku melihatnya, saat semua pengendara yang lain gerah kepanasan dan ingin secepatnya tiba di rumah untuk menikmati hembusan enam belas derajat celcius air conditioner sambil menikmati makanan empat sehat lima sempurna. Seorang ibu setengah baya dan empat orang anak-anaknya yang masih kecil harus berjuang sepanjang hari melawan kejamnya kehidupan hanya agar dapat menikmati mewahnya sebungkus nasi lauk tahu dan sambal terasi. Tercabik-cabik hatiku melihat senyum polos mereka. Entah bagaimana nasib mereka besok, masih bisakah mereka menikmati nasi bungkus lauk tahu dan sambal terasi lagi.

Saat salah satu dari mereka menengadahkan tangan mungilnya kearahku sambil menatapku dengan bola matanya yang berbinar lugu dan ceria disertai dengan senyuman manis, mataku langsung berkaca-kaca pilu tak tertahankan.
Sungguh itu adalah senyuman terindah yang pernah kulihat seumur hidupku…

Indaaaaahhhhh….sekaliiii… …



(Mei 2008. Surabaya. Suatu siang sepulang sekolah...)

7 komentar:

Album Dian mengatakan...

andai nanti put3 bisa dateng yg tgl 16, 17 / 18 Meinanti.
Isya Allah, put3 akan meliat lebih banyak lg senyum2 begitu lagi.
Sebab mereka akan selesai dioperasi sesuai dengan penyakitnya ^____^

Unknown mengatakan...

3m3m3m3m3m3m3m3m ,??????

Unknown mengatakan...

Hmm, kasian sekali mereka put, jadi sedih aku dengernya,

Yan Aftariawan mengatakan...

gue mau mewek beneran nih...
entah, tapi bahasa deskripsi narasi yang elu tulis khas bgt...lanjutkan yak...
btw..salam kenal :)

Putri Ayu Islamiati mengatakan...

he'em.., walopun sedih, tapi itu kenyataan yang ada di sekitar kita...

SHOVYA mengatakan...

ikut terharu :'( sedih put...

Putri Ayu Islamiati mengatakan...

puk..puk...puk..
nih tissue...^.^